Kamis, 29 November 2012

modul 2


                                                               Manfaat Imunisasi Dasar
Bona Ega
NIM 102012233
F/F6
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida
Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
No. Telp (021) 5694-2061, e-mail: bonaegasitumorang@yahoo.com

 
BAB I
PENDAHULUAN

Tuhan menciptakan setiap makhluk hidup dengan kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap ancaman dari luar dirinya. Salah satu ancaman terhadap manusia adalah penyakit, terutama penyakit infeksi yang dibawa oleh berbagai macam mikroba seperti virus, bakteri, parasit, jamur. Tubuh mempunyai cara dan alat untuk mengatasi penyakit sampai batas tertentu. Beberapa jenis penyakit seperti pilek, batuk, dan cacar air dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Dalam hal ini dikatakan bahwa sistem pertahanan tubuh (sistem imun) orang tersebut cukup baik untuk mengatasi dan mengalahkan kuman-kuman penyakit itu. Tetapi bila kuman penyakit itu ganas, sistem pertahanan tubuh (terutama pada anak-anak atau pada orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah) tidak mampu mencegah kuman itu berkembang biak, sehingga dapat mengakibatkan penyakit berat yang membawa kepada cacat atau kematian.

Apakah yang dimaksudkan dengan sistem imun? Kata imun berasal dari bahasa Latin ‘immunitas’ yang berarti pembebasan (kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai warganegara biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular. Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam tubuh.
Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen masuk ke dalam tubuh, maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut dengan antibodi. Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi tidak terlalu kuat, karena tubuh belum mempunyai "pengalaman." Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen tersebut sehingga pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak. Itulah sebabnya, pada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya, dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut, atau seandainya terkena pun, tidak akan menimbulkan akibat yang fatal.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang membentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan (misalnya vaksin BCG, DPT dan campak) dan melalui mulu (misalnya vaksin volio).1
2.1.1 Tujuan Pemberian Imunisasi
Tujuan pemberian Imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
2.1.2 Macam-macam imunisasi
Berdasarkan proses atau mekanisme pertahanan tubuh, imunisasi dibagi menjadi dua: imunisasi aktif dan imunisasi pasif.
Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif  merupakan memberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi suatu proses infeksi buatan, sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik yang akan menghasilkan respon seluler atau humoral serta dihasilkan cell memory. Jika benar-benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespons. Dalam imunisasi aktif terdapat empat macam kandungan dalam setiap vaksinnya, yang jelaskan sebagai berikut.
Ø  Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan (berupa polisakarida,toksoid,virus yang dilemahkan atau bakteri yang dimatikan)
Ø  Pelarut dapat berupa air steril atau berupa cairan kultur jaringan
Ø  Preservatif,Stabiliser dan antibiotic yang berguna untuk mencegah tumbuhnya mikroba sekaligus untuk stabilisasi antigen
Ø  Adjuvans yang terdiri atas garam aluminium yang berfungsi untuk meningkatkan imunogenitas antigen
Imunisasi Pasif
Imunisasi Pasif merupakan pemberian zat (immunoglobulin), yaitu suatu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi.1
2.1.3 Jenis – Jenis Imunisasi Dasar
1.      Vaksin BCG
a.       Penjelasan
Vaksin BCG mengandung jenis kuman TBC yang masih hidup tapi sudah di lemahkan. Pemberian imunisasi ini bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis (TBC).2
b.      Cara imunisasi
Imunisasi BCG dapat diberikan pada bayi baru lahir sampai berumur 12 bulan. Tetapi,sebaiknya pada umur 0-2 bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Pada anak umur 2-3 bulan,dianjurkan untuk melakukan uji mantoux/PPD sebelum imunisasi BCG. Gunanya untuk mengetahui apakah ia telah terjangkit penyakit TBC. Seandainya uji mantoux positif,maka anak tersebut tidak mendapat imunisasi BCG lagi. Bila pemberian imunisasi itu berhasil,setelah 1-2 bulan ditempat suntikan akan terdapat suatu benjolan kecil. Tempat suntikan itu biasanya berbekas. Dan kadang-kadang benjolan itu akan bernanah,tetapi akan sembuh sendiri meskipun lambat.
c.       Kekebalan
Imunisasi BCG tidak dapat menjamin 100% anak akan terhindar penyakit TBC. Tetapi,seandainya bayi yang telah di imunisasi BCG terjangkit TBC,maka ia hanya akan menderita penyakit TBC ringan.
d.      Reaksi imunisasi
Setelah suntikan BCG,biasanya bayi tidak akan menderita demam. Bila ia demam setelah imunisasi BCG umumnya disebabkan oleh hal lain
e.       Efek samping
Pada imunisasi BCG,umumnya jarang dijumpai efek samping


f.       Indikasi kontra
Tidak ada larangan untuk melakukan imunisasi BCG kecuali kepada anak yang berpenyakit TBC atau menunjukkan uji mantoux positif.

2.      Vaksin Hepatitis B
a.       Penjelasan
Vaksinasi dimaksudkan untuk mendapat kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B. Vaksin tersebut bagian dari virus hepatitis B yang dinamakan HBs Ag,yang dapat menimbulkan kekebalan tapi tidak menimbulkan penyakit. HBs Ag ini dapat diperoleh dari serum manusia atau dengan rekayasa genetic dengan bantuan sel ragih.
b.      Cara imunisasi
Imunisasi aktif dapat dilakukan dengan cara pemberian suntikan dasar sebanyak tiga kali dengan jarak waktu  satu bulan atara suntikan satu dan dua,lima bulan antara suntikan antara suntikan dua dan tiga. Imunisasi ulang diberikan setelah lima tahun pasca imunisasi dasar.
c.       Kekebalan
Daya proteksi vaksin hepatitis B cukup tinggi,yaitu berkisar antara 94-96%
d.      Reaksi imunisasi
Umumnya tidak didapatkan reaksi,walaupun sangat jarang tetapi pada beberapa keadaan dapat terjadi reaksi. Biasanya berupa nyeri pada tempat suntikan,yang kemudian disertai dengan demam ringan atau pembengkakan. Reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua hari.
e.       Efek samping
Tidak dilaporkan adanya efek samping yang berarti. Kemungkinan terjangkit oleh penyakit AIDS akibat pemberian vaksin hepatitis B yang berasal dari plasma,merupakan berita yang terlalu dibesar-besarkan
f.       Indikasi kontra
Imunisasi tidak dapat diberikan kepada anak yang menderita sakit berat.
  
3.      Vaksin DPT (Difteria,Pertusis,Tetanus)
a.       Penjelasan
Vaksinansi DPT akan menimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap penyakit Difteria,Pertusis (batuk rejan/batuk seratus hari) dan tetanus. Di Indonesia pemberian vaksin terhadap ketiga penyakit tersebut dipasarkan tiga kemasan,yaitu dalm bentuk kemasan tunggal bagi tetanus,dalam bentuk kombinasi DT (difteria dan tetanus) dan kombinasi DPT (difteria,pertusis dan tetanus). Vaksin difteria dibuat dari toksin/racun kuman difteria yang telah dilemahkan dimakan toksoid. Vaksin tetanus yang digunakan untuk imunisasi aktif ialah toksoid tetanus atau toksin/racun kuman tetanus yang sudah dilemahkan kemudian dimurnikan. Vaksin terhadap penyakit rejan atau batuk seratus hari terbuat dari kuman Bordetella Pertussis yang telah dimatikan.
b.      Cara imunisasi
Imunisasi dasar DPT diberikan tiga kali,sejak bayi berumur dua bulan dengan selang waktu antara dua penyuntikan minimal empat minggu.
c.       Kekebalan
Daya proteksi atau daya lindung vaksin difteria cukup baik,yaitu sebesar 80-95% dan daya proteksi vaksin tetanus sangat baik,yaitu sebesar 90-95%. Sedangkan daya proteksi vaksin pertusis sangat rendah,yaitu sebesar 50-60%. Oleh karena itu anak telah mendapat imunisasi pertusis masih dapat terjangkit penyakit batuk rejan,tetapi dalam bentuk bentuk batuk yang ringan.
d.      Reaksi imunisasi
Reaksi yang mungkin terjadi biasanya demam,pembengkakan dan rasa nyeri di tempat suntikan selama satu-dua hari.
e.       Efek samping
Kadang-kadang timbul reaksi akibat efek samping yang berat,seperti demam tinggi atau kejang yang disebabkan oleh unsur pertusisnya.
f.       Kontra indikasi
Imunisasi DPT tidak boleh diberikan kepada anak yang sakit parah dan anak yang menderita penyakit kejang kompleks.


4.      Vaksin Polio
a.       Penjelasan
Pemberian imunisasi ulang perlu tetap diberikan seandainya seorang anak pernah terjangkit polio. Anak yang menderita polio itu terjangkit virus polio tipe 1,artinya apabila penyakitnya sudah sembuh ia hanya mempunyai kekebalan terhadap virus polio tipe 1,tetapi tidak mempunyai kekebalan terhadap jenis polio tipe II dan III
b.      Kekebalan
Daya proteksi vaksin polio sangat baik,yaitu sebesar 95-100%
c.       Reaksi imunisasi
Biasanya tidak ada,mungkin pada bayi akan mengalami berak-berak ringan
d.      Indikasi kontra
Pada anak yang mengalami diare berat atau yang sedang sakit parah imunisasi polio sebaiknya ditangguhkan demikian pula pada anak yang menderita gangguan kekebalan (defisiensi imun) tidak diberikan.

5.      Vaksin Campak (Morbili)
a.       Penjelasan
Imunisasi diberikan unuk mendapat kekebalan terhadap penyakit campak secara aktif.
b.      Cara imunisasi
Bayi baru lahir biasanya telah mendapatkan kekebalan pasif terhadap penyakit campak dalam kandungan dari ibunya.2
Dengan imunisasi, anak akan terhindar dari penyakit infeksi berbahaya, maka mereka memiliki kesempatan beraktifitas, bermain, belajar tanpa terganggu masalah kesehatan. Namun demikian, sampai saat ini masih terdapat masalah-masalah dalam pemberian imunisasi, antara lain pemahaman orang tua yang masih kurang pada sebagian masyarakat, mitos salah tentang imunisasi, sampai jadwal imunisasi yang terlambat. 3

Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan kerja sama lebih erat lagi antara masyarakat, orang tua, petugas kesehatan, pemerintah, LSM, maupun akademisi. “Keberhasilan upaya imunisasi telah terbukti dapat menyelamatkan jiwa manusia dari penyakit infeksi berat seperti polio, difteri, pertusis, tetanus, campak, hepatitis, dll,” dikatakan dr Badriul Hegar, Sp.A(K), Ketua Umum PP-IDAI.

Pada kesempatan sama, dr Toto Wisnu Hendrarto, Sp.A, Ketua Panitia Simposium, mengatakan, ”Data terakhir WHO, terdapat kematian balita sebesar 1,4 juta jiwa per tahun akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, misalnya: batuk rejan 294.000 (20%), tetanus 198.000 (14%), campak 540.000 (38%). Di Indonesia sendiri, UNICEF mencatat sekitar 30.000-40.000 anak di Indonesia setiap tahun meninggal karena serangan campak, ini berarti setiap dua puluh menit seorang anak Indonesia meninggal karena campak."

Dr Theresia Sandra Dyah Ratih, Kasubdit Imunisasi Ditjen P2ML Kemenkes RI mengemukakan, ”Saat ini pemberian imunisasi untuk masyarakat dilakukan di tempat-tempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik bersalin, puskesmas, posyandu, dan praktek dokter swasta. Setiap tahun dilayani imunisasi rutin kepada sekitar 4,5 juta (4.485.000) anak usia 0-1 tahun (diberikan vaksin BCG satu kali, polio empat kali, DPT/HB tiga kali dan campak pada usia 9 bulan satu kali), imunisasi BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) campak dan Td (tetanus difteri) pada anak kelas satu, imunisasi Td (tetanus difteri) pada anak kelas dua dan tiga,  dengan sasaran sekitar 12.521.944 anak sekolah (kelas satu sampai tiga),  dan 4,9 juta (4.933.500) ibu hamil  dari  sekitar 74 juta (74.983.674) WUS (Wanita Usia Subur) untuk sasaran vaksin TT (Tetanus Toxoid).”

“Sasaran tadi belum termasuk pemberian imunisasi tambahan (SIA/Supplement Immunization Activity), misalnya pelaksanaan PIN (Pekan Imunisasi Nasional) pada saat terjadi Kejadian Luar Biasa polio, crash program campak pada daerah risiko terjadi campak, imunisasi Td pada anak sekolah kelas empat, lima dan enam SD di daerah-daerah risiko terjadinya kejadian luar biasa penyakit difteri di Jawa Timur,” lanjutnya.

Lebih lanjut dikemukakan dr Theresia, “Untuk mencapai cakupan tinggi dan merata di setiap daerah, tentunya  tidak bisa bekerja sendiri, sangat dibutuhkan kemitraaan dengan pihak profesional seperti dengan para petugas medis lainnya. Perawat, bidan, dokter umum maupun para dokter anak untuk turut membantu memberikan pelayanan dan penjelasan pentingnya imunisasi kepada masyarakat.”

“Hambatan program imunisasi antara lain karena geografis negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau, ada yang sangat sulit dijangkau, sehingga pelayanan imunisasi tidak dapat dilakukan setiap bulan, perlu upaya-upaya khusus di daerah dan pendekatan luar biasa pada kawasan strategis, perkotaan, pedesaan dan khususnya kawasan terisolir untuk mencapai sasaran, kemitraan dengan program kesehatan lainnya seperti pelayanan KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), gizi, UKS (Usaha Kesehatan Sekolah).  Khususnya hambatan yang berupa rumor dan isu-isu negatif tentang imunisasi, maka kepada para profesional inilah kami mohon bantuannya untuk memberikan informasi bahwa vaksin yang disediakan pemerintah aman, telah melalui tahapan-tahapan uji klinik dan izin edar dari BPOM. Vaksin yang dipakai program imunisasi juga sudah mendapat pengakuan dari Badan International WHO dan lolos PQ (praqualifikasi).”

Imunisasi campak sebagai tolak ukur kelengkapan imunisasi, dimana cakupan imunisasi campak tahun 2009 dilaporkan mencapai 92,1%, masih belum merata, masih ada daerah kantong-kantong dengan cakupan imunisasi rendah sehingga dapat menimbulkan kejadian luar biasa. Cakupan imunisasi tahun ini yang telah dilaporkan sampai bulan Agustus/September baru mencapai 66,1%.

“Ke depan kita akan terus menggiatkan kampanye imunisasi supaya seluruh anak Indonesia mendapatkan pelayanan imunisasi lengkap, sehingga anak-anak Indonesia memiliki kekebalan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan. Hal ini akan membantu percepatan pencapaian MDG-4. (Millenium Development Goal point 4),” demikian dijelaskan dr Theresia.

“Sebagai penerus bangsa, anak Indonesia harus sehat secara fisik maupun mental. Imunisasi adalah pilihan terbaik untuk mencegah penyakit. Pemerintah dan orang tua berkewajiban memberi upaya kesehatan terbaik demi tumbuh kembang anak,“ dikatakan Prof DR dr Sri Rezeki S. Hadinegoro, Sp.A(K), Ketua Satgas Imunisasi IDAI. ”Terdapat beberapa hal yang menghalangi dilakukannya imunisasi pada bayi, antara lain sulitnya menjangkau populasi yang tidak dapat terakses fasilitas kesehatan, menolak imunisasi, imunisasi yang terlambat, imunisasi ulangan tidak diberikan, persepsi negatif terhadap imunisasi, bahkan pemikiran bahwa imunisasi dapat menyebabkan efek samping berbahaya, yang seharusnya orang tua lebih takut kepada penyakitnya daripada efek samping yang pada umumnya ringan, kegagalan vaksin-vaksin baru dan karena takut pada keamanan imunisasi,” tambahnya.

”Hal yang penting diperhatikan adalah keteraturan dalam pemberian imunisasi. Jadwal disesuaikan dengan kelompok umur yang paling banyak terjangkit penyakit tersebut. Hasil beberapa penelitian melaporkan bahwa kadar kekebalan (antibodi) yang terbentuk pada bayi lebih baik daripada anak yang lebih besar, maka sebagian besar vaksin diberikan pada umur enam bulan pertama kehidupan. Beberapa jenis vaksin memerlukan pemberian ulangan setelah umur satu tahun, untuk mempertahankan kadar antibodi dalam jangka waktu lama,” ditekankan Prof Sri Rezeki.

Sementara itu, Prof Dr dr IGN Gede Ranuh, Sp.A(K) mengatakan, “Masyarakat seringkali sangat khawatir akan efek samping imunisasi seperti pegal-pegal dan demam daripada penyakitnya sendiri dan komplikasinya yang dapat menyebabkan kecacatan dan kematian. Misalnya anak yang terkena campak akan mengalami demam tinggi yang berpotensi menimbulkan kejang untuk anak yang mempunyai riwayat kejang demam dan dapat mengalami radang paru atau radang otak sebagai komplikasi campak. Sedangkan beratnya demam akibat imunisasi campak tidak seberapa apabila dibandingkan penyakitnya.”

“Reaksi samping imunisasi dapat disebabkan faktor penyimpanan yang kurang memperhatikan sistem ‘rantai dingin’ (cold chain), cara menyuntiknya karena ada vaksin yang harus disuntikkan ke dalam otot tapi ada juga yang ke lemak. Reaksi samping setelah imunisasi dapat ditemukan reaksi umum (sistemik) seperti demam ringan setelah imunisasi DPT. Demam itu sendiri adalah suatu reaksi tubuh ketika membentuk kekebalan. Untuk mengurangi demam dan rasa tidak nyaman bisa diberikan obat penurun panas,” 3

Tabel 2.2 Jadwal Imunisasi Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2010.4

Jadwal-Imunisasi-2010.bmp
 









Keterangan :
Keterangan-1.bmp
Keterangan-2.bmp

2.3       Ada 5 (lima) kelompok faktor etologi yang dapat menyebabkan KIPI menurut klasifikasi lapangan WHO Western Pacific (1999), yaitu:
  • Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmic errors) Sebagian kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata laksana pemberian vaksin.5
Kesalahan pada berbagai tingkatan prosedur imunisasi:
(1) Dosis antigen (terlalu banyak) Lokasi dan cara menyuntik (2) Sterilisasi semprit dan jarum suntik (3) Jarum bekas pakai (4) Tindakan aseptik dan antiseptic (5) Kontaminasi vaksin dan perlatan suntik (6) Penyimpanan vaksin (7) Pemakaian sisa vaksin (8) Jenis dan jumlah pelarut vaksin (9) Tidak memperhatikan petunjuk produsen (10) Kecurigaan terhadap kesalahan tata laksana perlu diperhatikan apabila terdapat kecenderungan kasus KIPI berulang pada petugas yang sama. (11) Reaksi suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan, sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope.
Beberapa contoh KIPI setelah imunisasi DPT adalah anak menangis terus tak bisa dibujuk sekitar 3 jam pasca-imunisasi, reaksi syok (anafilaksis), dan kesadaran menurun. KIPI setelah pemberian imunisasi Campak berupa sakit atau radang sendi yang mendadak atau kronis. Kejadian-kejadian tersebut memang terbukti kuat sebagai akibat imunisasi. Demikian pula reaksi-reaksi yang ditimbulkan oleh vaksin lainnya. Cuma kejadiannya sangat jarang kalau sebagai akibat dari vaksinnya.
Adanya kerusakan syaraf, perdarahan, infeksi pada jaringan otak setelah mendapat imunisasi DPT, kejadian-kejadian tersebut terbukti tidak ada hubungan dengan pemberian imunisasi. Demikian pula gangguan saraf setelah imunisasi Campak, tidak ada hubungan dengan imunisasinya. Telah pula dibahas oleh pejabat yang terkait dalam pelaksanaan PIN, bahwa sampai saat ini vaksin polio yang sudah dipakai sampai miliaran dosis, terbukti tidak menimbulkan efek samping.
  • Induksi vaksin (reaksi vaksin) Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaksis sistemik dengan resiko kematian. Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian khusus, atauberbagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi obat atau vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.
  • Faktor kebetulan (koinsiden) Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadi secara kebetulan saja setelah diimunisasi. Indicator faktor kebetulan ini ditandai dengan ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok populasi setempat dengan karakterisitik serupa tetapi tidak mendapatkan imunisasi.
  • Penyebab tidak diketahui Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan kedalam salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan kedalam kelompok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya denagn kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI.4
BAB III
PENUTUP

Imunisasi merupakan hal yang terpenting dalam usaha melindungi kesehatan anak anda. Imunisasi bekerja dengan cara merangsang timbulmya kekebalan tubuh yang akan melindungi anak anda dari penyakit-penyakit sebagai berikut: polio, campak, gondongan, campak Jerman, influenza, tetanus, difteri dan pertusis (batuk rejan).
Tanpa pemberian vaksin, jumlah kematian anak-anak yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut meningkat dan banyak orang yang mengalami komplikasi kronik setelah menderita penyakit tersebut.

3.1 kesimpulan
Imunisasi bertujuan untuk merangsang system imunologi tubuh untuk membentuk antibody spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit. (Musa, 1985). Walaupun cakupan imunisasi tidak sama dengan 100% tetapi sudah mencapai 70% maka anal-anak yang tidak mendapatkan imunisasi pun akan terlindungi oleh adanya suatu “herd immunity”.
Berdasarkan hasil penelitian Ibrahim (1991), menyatakan bahwa bila imunisasi dasar dilaksanakan dengan lengkap dan teratur, maka imunisasi dapat menguragi angka kesakitan dan kematian balita sekitar 80-95%. Pengertian teratur dalam hal ini adalah teratur dalam mentaati jadwal dan jumlah frekuensi imunisasi, sedangkan yang dimaksud imunisasi dasar lengkap adalah telah mendapat semua jenis imunisasi dasar (BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali dan Campak 1 kali) pada waktu anak berusia kurang dari 11 bulan. Imunisasi dasar yang tidak lengkap, maksimal hanya dapat memberikan perlindungan 25-40%. Sedangkan anak yang sama sekali tidak diimunisasi tentu tingkat kekebalannya lebih rendah lagi.
Pemberian tetanus toksoid pada ibu hamil dapat mencegah terjadinya tetanus neonatorum pada bayi baru lahir yang ditolong dengan tidak steril dan pemotongan tali pusat memakai alat tidak steril. Imunisasi terhadap difteri dan pertusis dimulai sejak umur 2-3 bulan dengan selang 4-8 minggu sebanyak 3 kali akan memberikan perlindungan mendekati 100% sampai anak berusia 1 tahun. Imunisasi campak diberikan 1 kali akan memberikan perlindungan seumur hidup. Imunisasi poliomyelitis dapat memberikan perlindungan seumur hidup apabila telah diberikan 4 kali. (Ibrahim, 1991).
Vaksin sebagai suatu produk biologis dapat memberikan efek samping yang tidak diperkirakan sebelumnya dan tidak selalu sama reaksinya antara penerima yang satu dengan penerima lainnya. Efek samping imunisasi yang dikenal sebagai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau Adverse Events Following Immunization (AEFI) adalah suatu kejadian sakit yang terjadi setelah menerima imunisasi yang diduga berhubungan dengan imunisasi. Penyebab kejadian ikutan pasca imunisasi terbagi atas empat macam, yaitu kesalahan program/tehnik pelaksanaan imunisasi, induksi vaksin, faktor kebetulan dan penyebab tidak diketahui. Gejala klinis KIPI dapat dibagi menjadi dua yaitu gejala lokal dan sistemik. Gejala lokal seperti nyeri, kemerahan, nodelle/ pembengkakan dan indurasi pada lokasi suntikan. Gejala sistemik antara lain panas, gejala gangguan pencernaan, lemas, rewel dan menangis yang berkepanjangan.

3.2 Saran
1.      Tingkat pendidikan ibu tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
2.      Jarak rumah ke Puskesamas tidak mempunyai pengaruh terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
3.      Pengetahuan ibu mempunyai pengaruh positip terhadap kelengkapan imunisasi dasar, yang berarti bahwa semakin baik pengetahuan ibu tentang manfaat imunisasi akan berpengaruh meningkatkan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
4.      Motivasi ibu mempunyai pengaruh positip terhadap kelengkapan imunisasi dasar. Yang berarti bahwa semakin baik motivasi ibu akan  berpengaruh meningkatkan kelengkapanimunisasi dasar pada bayi.
5.      Tenaga Kesehatan  Berupaya untuk meningkatan pengetahuan ibu tentang manfaat imunisasi dasar bagi bayi sehingga ibu yang mempunyai bayi berusaha meningkatkan kelengkapan imunisasi bayi melalui penyuluhanpenyuluhan di masyarakat.
6.      Berupaya untuk meningkatan motivasi ibu dengan memberikan informasi tentang imunisasi dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan bayi dan meningkatkan kelengkapan imunisasi bayi.
7.      Ibu yang mempunyai bayi Agar lebih meningkatkan pengetahuan tentang manfaat imunisasi bagi anaknya. Agar mempunyai motivasi yang besar dalam meningkatkan kesehatan bayi dan keluarganya
8.     Peneliti selanjutnya Diharapkan dapat menambah jumlah responden, lebih mespesifikkan jenis
      imunisasi, meneliti dengan variabel bebas yang baru, dsb.
9.      Diharapkan peneliti selanjutnya agar meneliti dengan menggunakan metode eksperimen dalam
      bentuk penyuluhan kesehatan.
10.  Dapat menjadi informasi dan data sekunder dalam pengembangan penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
1.              A. Aziz Alimul Hidayat. Ilmu Kesehatan Anak untuk pendidikan kebidanan. Salemba Medika, Jakarta 2008. Hal 54
2.               Yunisa Priyono. Merawat Bayi Tanpa Baby Sitter. MedPress,Yogyakarta 2010. Hal 146-52
3.               http://www.imunisasi.net/
          kipi/



BLOK 2 MODUL 2


                                                               Manfaat Imunisasi Dasar
Bona Ega
NIM 102012233
F/F6
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida
Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
No. Telp (021) 5694-2061, e-mail: bonaegasitumorang@yahoo.com

 
BAB I
PENDAHULUAN

Tuhan menciptakan setiap makhluk hidup dengan kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap ancaman dari luar dirinya. Salah satu ancaman terhadap manusia adalah penyakit, terutama penyakit infeksi yang dibawa oleh berbagai macam mikroba seperti virus, bakteri, parasit, jamur. Tubuh mempunyai cara dan alat untuk mengatasi penyakit sampai batas tertentu. Beberapa jenis penyakit seperti pilek, batuk, dan cacar air dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Dalam hal ini dikatakan bahwa sistem pertahanan tubuh (sistem imun) orang tersebut cukup baik untuk mengatasi dan mengalahkan kuman-kuman penyakit itu. Tetapi bila kuman penyakit itu ganas, sistem pertahanan tubuh (terutama pada anak-anak atau pada orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah) tidak mampu mencegah kuman itu berkembang biak, sehingga dapat mengakibatkan penyakit berat yang membawa kepada cacat atau kematian.

Apakah yang dimaksudkan dengan sistem imun? Kata imun berasal dari bahasa Latin ‘immunitas’ yang berarti pembebasan (kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai warganegara biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular. Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam tubuh.
Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen masuk ke dalam tubuh, maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut dengan antibodi. Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi tidak terlalu kuat, karena tubuh belum mempunyai "pengalaman." Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen tersebut sehingga pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak. Itulah sebabnya, pada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya, dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut, atau seandainya terkena pun, tidak akan menimbulkan akibat yang fatal.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang membentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan (misalnya vaksin BCG, DPT dan campak) dan melalui mulu (misalnya vaksin volio).1
2.1.1 Tujuan Pemberian Imunisasi
Tujuan pemberian Imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
2.1.2 Macam-macam imunisasi
Berdasarkan proses atau mekanisme pertahanan tubuh, imunisasi dibagi menjadi dua: imunisasi aktif dan imunisasi pasif.
Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif  merupakan memberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi suatu proses infeksi buatan, sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik yang akan menghasilkan respon seluler atau humoral serta dihasilkan cell memory. Jika benar-benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespons. Dalam imunisasi aktif terdapat empat macam kandungan dalam setiap vaksinnya, yang jelaskan sebagai berikut.
Ø  Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan (berupa polisakarida,toksoid,virus yang dilemahkan atau bakteri yang dimatikan)
Ø  Pelarut dapat berupa air steril atau berupa cairan kultur jaringan
Ø  Preservatif,Stabiliser dan antibiotic yang berguna untuk mencegah tumbuhnya mikroba sekaligus untuk stabilisasi antigen
Ø  Adjuvans yang terdiri atas garam aluminium yang berfungsi untuk meningkatkan imunogenitas antigen
Imunisasi Pasif
Imunisasi Pasif merupakan pemberian zat (immunoglobulin), yaitu suatu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi.1
2.1.3 Jenis – Jenis Imunisasi Dasar
1.      Vaksin BCG
a.       Penjelasan
Vaksin BCG mengandung jenis kuman TBC yang masih hidup tapi sudah di lemahkan. Pemberian imunisasi ini bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis (TBC).2
b.      Cara imunisasi
Imunisasi BCG dapat diberikan pada bayi baru lahir sampai berumur 12 bulan. Tetapi,sebaiknya pada umur 0-2 bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Pada anak umur 2-3 bulan,dianjurkan untuk melakukan uji mantoux/PPD sebelum imunisasi BCG. Gunanya untuk mengetahui apakah ia telah terjangkit penyakit TBC. Seandainya uji mantoux positif,maka anak tersebut tidak mendapat imunisasi BCG lagi. Bila pemberian imunisasi itu berhasil,setelah 1-2 bulan ditempat suntikan akan terdapat suatu benjolan kecil. Tempat suntikan itu biasanya berbekas. Dan kadang-kadang benjolan itu akan bernanah,tetapi akan sembuh sendiri meskipun lambat.
c.       Kekebalan
Imunisasi BCG tidak dapat menjamin 100% anak akan terhindar penyakit TBC. Tetapi,seandainya bayi yang telah di imunisasi BCG terjangkit TBC,maka ia hanya akan menderita penyakit TBC ringan.
d.      Reaksi imunisasi
Setelah suntikan BCG,biasanya bayi tidak akan menderita demam. Bila ia demam setelah imunisasi BCG umumnya disebabkan oleh hal lain
e.       Efek samping
Pada imunisasi BCG,umumnya jarang dijumpai efek samping


f.       Indikasi kontra
Tidak ada larangan untuk melakukan imunisasi BCG kecuali kepada anak yang berpenyakit TBC atau menunjukkan uji mantoux positif.

2.      Vaksin Hepatitis B
a.       Penjelasan
Vaksinasi dimaksudkan untuk mendapat kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B. Vaksin tersebut bagian dari virus hepatitis B yang dinamakan HBs Ag,yang dapat menimbulkan kekebalan tapi tidak menimbulkan penyakit. HBs Ag ini dapat diperoleh dari serum manusia atau dengan rekayasa genetic dengan bantuan sel ragih.
b.      Cara imunisasi
Imunisasi aktif dapat dilakukan dengan cara pemberian suntikan dasar sebanyak tiga kali dengan jarak waktu  satu bulan atara suntikan satu dan dua,lima bulan antara suntikan antara suntikan dua dan tiga. Imunisasi ulang diberikan setelah lima tahun pasca imunisasi dasar.
c.       Kekebalan
Daya proteksi vaksin hepatitis B cukup tinggi,yaitu berkisar antara 94-96%
d.      Reaksi imunisasi
Umumnya tidak didapatkan reaksi,walaupun sangat jarang tetapi pada beberapa keadaan dapat terjadi reaksi. Biasanya berupa nyeri pada tempat suntikan,yang kemudian disertai dengan demam ringan atau pembengkakan. Reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua hari.
e.       Efek samping
Tidak dilaporkan adanya efek samping yang berarti. Kemungkinan terjangkit oleh penyakit AIDS akibat pemberian vaksin hepatitis B yang berasal dari plasma,merupakan berita yang terlalu dibesar-besarkan
f.       Indikasi kontra
Imunisasi tidak dapat diberikan kepada anak yang menderita sakit berat.
  
3.      Vaksin DPT (Difteria,Pertusis,Tetanus)
a.       Penjelasan
Vaksinansi DPT akan menimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap penyakit Difteria,Pertusis (batuk rejan/batuk seratus hari) dan tetanus. Di Indonesia pemberian vaksin terhadap ketiga penyakit tersebut dipasarkan tiga kemasan,yaitu dalm bentuk kemasan tunggal bagi tetanus,dalam bentuk kombinasi DT (difteria dan tetanus) dan kombinasi DPT (difteria,pertusis dan tetanus). Vaksin difteria dibuat dari toksin/racun kuman difteria yang telah dilemahkan dimakan toksoid. Vaksin tetanus yang digunakan untuk imunisasi aktif ialah toksoid tetanus atau toksin/racun kuman tetanus yang sudah dilemahkan kemudian dimurnikan. Vaksin terhadap penyakit rejan atau batuk seratus hari terbuat dari kuman Bordetella Pertussis yang telah dimatikan.
b.      Cara imunisasi
Imunisasi dasar DPT diberikan tiga kali,sejak bayi berumur dua bulan dengan selang waktu antara dua penyuntikan minimal empat minggu.
c.       Kekebalan
Daya proteksi atau daya lindung vaksin difteria cukup baik,yaitu sebesar 80-95% dan daya proteksi vaksin tetanus sangat baik,yaitu sebesar 90-95%. Sedangkan daya proteksi vaksin pertusis sangat rendah,yaitu sebesar 50-60%. Oleh karena itu anak telah mendapat imunisasi pertusis masih dapat terjangkit penyakit batuk rejan,tetapi dalam bentuk bentuk batuk yang ringan.
d.      Reaksi imunisasi
Reaksi yang mungkin terjadi biasanya demam,pembengkakan dan rasa nyeri di tempat suntikan selama satu-dua hari.
e.       Efek samping
Kadang-kadang timbul reaksi akibat efek samping yang berat,seperti demam tinggi atau kejang yang disebabkan oleh unsur pertusisnya.
f.       Kontra indikasi
Imunisasi DPT tidak boleh diberikan kepada anak yang sakit parah dan anak yang menderita penyakit kejang kompleks.


4.      Vaksin Polio
a.       Penjelasan
Pemberian imunisasi ulang perlu tetap diberikan seandainya seorang anak pernah terjangkit polio. Anak yang menderita polio itu terjangkit virus polio tipe 1,artinya apabila penyakitnya sudah sembuh ia hanya mempunyai kekebalan terhadap virus polio tipe 1,tetapi tidak mempunyai kekebalan terhadap jenis polio tipe II dan III
b.      Kekebalan
Daya proteksi vaksin polio sangat baik,yaitu sebesar 95-100%
c.       Reaksi imunisasi
Biasanya tidak ada,mungkin pada bayi akan mengalami berak-berak ringan
d.      Indikasi kontra
Pada anak yang mengalami diare berat atau yang sedang sakit parah imunisasi polio sebaiknya ditangguhkan demikian pula pada anak yang menderita gangguan kekebalan (defisiensi imun) tidak diberikan.

5.      Vaksin Campak (Morbili)
a.       Penjelasan
Imunisasi diberikan unuk mendapat kekebalan terhadap penyakit campak secara aktif.
b.      Cara imunisasi
Bayi baru lahir biasanya telah mendapatkan kekebalan pasif terhadap penyakit campak dalam kandungan dari ibunya.2
Dengan imunisasi, anak akan terhindar dari penyakit infeksi berbahaya, maka mereka memiliki kesempatan beraktifitas, bermain, belajar tanpa terganggu masalah kesehatan. Namun demikian, sampai saat ini masih terdapat masalah-masalah dalam pemberian imunisasi, antara lain pemahaman orang tua yang masih kurang pada sebagian masyarakat, mitos salah tentang imunisasi, sampai jadwal imunisasi yang terlambat. 3

Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan kerja sama lebih erat lagi antara masyarakat, orang tua, petugas kesehatan, pemerintah, LSM, maupun akademisi. “Keberhasilan upaya imunisasi telah terbukti dapat menyelamatkan jiwa manusia dari penyakit infeksi berat seperti polio, difteri, pertusis, tetanus, campak, hepatitis, dll,” dikatakan dr Badriul Hegar, Sp.A(K), Ketua Umum PP-IDAI.

Pada kesempatan sama, dr Toto Wisnu Hendrarto, Sp.A, Ketua Panitia Simposium, mengatakan, ”Data terakhir WHO, terdapat kematian balita sebesar 1,4 juta jiwa per tahun akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, misalnya: batuk rejan 294.000 (20%), tetanus 198.000 (14%), campak 540.000 (38%). Di Indonesia sendiri, UNICEF mencatat sekitar 30.000-40.000 anak di Indonesia setiap tahun meninggal karena serangan campak, ini berarti setiap dua puluh menit seorang anak Indonesia meninggal karena campak."

Dr Theresia Sandra Dyah Ratih, Kasubdit Imunisasi Ditjen P2ML Kemenkes RI mengemukakan, ”Saat ini pemberian imunisasi untuk masyarakat dilakukan di tempat-tempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik bersalin, puskesmas, posyandu, dan praktek dokter swasta. Setiap tahun dilayani imunisasi rutin kepada sekitar 4,5 juta (4.485.000) anak usia 0-1 tahun (diberikan vaksin BCG satu kali, polio empat kali, DPT/HB tiga kali dan campak pada usia 9 bulan satu kali), imunisasi BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) campak dan Td (tetanus difteri) pada anak kelas satu, imunisasi Td (tetanus difteri) pada anak kelas dua dan tiga,  dengan sasaran sekitar 12.521.944 anak sekolah (kelas satu sampai tiga),  dan 4,9 juta (4.933.500) ibu hamil  dari  sekitar 74 juta (74.983.674) WUS (Wanita Usia Subur) untuk sasaran vaksin TT (Tetanus Toxoid).”

“Sasaran tadi belum termasuk pemberian imunisasi tambahan (SIA/Supplement Immunization Activity), misalnya pelaksanaan PIN (Pekan Imunisasi Nasional) pada saat terjadi Kejadian Luar Biasa polio, crash program campak pada daerah risiko terjadi campak, imunisasi Td pada anak sekolah kelas empat, lima dan enam SD di daerah-daerah risiko terjadinya kejadian luar biasa penyakit difteri di Jawa Timur,” lanjutnya.

Lebih lanjut dikemukakan dr Theresia, “Untuk mencapai cakupan tinggi dan merata di setiap daerah, tentunya  tidak bisa bekerja sendiri, sangat dibutuhkan kemitraaan dengan pihak profesional seperti dengan para petugas medis lainnya. Perawat, bidan, dokter umum maupun para dokter anak untuk turut membantu memberikan pelayanan dan penjelasan pentingnya imunisasi kepada masyarakat.”

“Hambatan program imunisasi antara lain karena geografis negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau, ada yang sangat sulit dijangkau, sehingga pelayanan imunisasi tidak dapat dilakukan setiap bulan, perlu upaya-upaya khusus di daerah dan pendekatan luar biasa pada kawasan strategis, perkotaan, pedesaan dan khususnya kawasan terisolir untuk mencapai sasaran, kemitraan dengan program kesehatan lainnya seperti pelayanan KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), gizi, UKS (Usaha Kesehatan Sekolah).  Khususnya hambatan yang berupa rumor dan isu-isu negatif tentang imunisasi, maka kepada para profesional inilah kami mohon bantuannya untuk memberikan informasi bahwa vaksin yang disediakan pemerintah aman, telah melalui tahapan-tahapan uji klinik dan izin edar dari BPOM. Vaksin yang dipakai program imunisasi juga sudah mendapat pengakuan dari Badan International WHO dan lolos PQ (praqualifikasi).”

Imunisasi campak sebagai tolak ukur kelengkapan imunisasi, dimana cakupan imunisasi campak tahun 2009 dilaporkan mencapai 92,1%, masih belum merata, masih ada daerah kantong-kantong dengan cakupan imunisasi rendah sehingga dapat menimbulkan kejadian luar biasa. Cakupan imunisasi tahun ini yang telah dilaporkan sampai bulan Agustus/September baru mencapai 66,1%.

“Ke depan kita akan terus menggiatkan kampanye imunisasi supaya seluruh anak Indonesia mendapatkan pelayanan imunisasi lengkap, sehingga anak-anak Indonesia memiliki kekebalan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan. Hal ini akan membantu percepatan pencapaian MDG-4. (Millenium Development Goal point 4),” demikian dijelaskan dr Theresia.

“Sebagai penerus bangsa, anak Indonesia harus sehat secara fisik maupun mental. Imunisasi adalah pilihan terbaik untuk mencegah penyakit. Pemerintah dan orang tua berkewajiban memberi upaya kesehatan terbaik demi tumbuh kembang anak,“ dikatakan Prof DR dr Sri Rezeki S. Hadinegoro, Sp.A(K), Ketua Satgas Imunisasi IDAI. ”Terdapat beberapa hal yang menghalangi dilakukannya imunisasi pada bayi, antara lain sulitnya menjangkau populasi yang tidak dapat terakses fasilitas kesehatan, menolak imunisasi, imunisasi yang terlambat, imunisasi ulangan tidak diberikan, persepsi negatif terhadap imunisasi, bahkan pemikiran bahwa imunisasi dapat menyebabkan efek samping berbahaya, yang seharusnya orang tua lebih takut kepada penyakitnya daripada efek samping yang pada umumnya ringan, kegagalan vaksin-vaksin baru dan karena takut pada keamanan imunisasi,” tambahnya.

”Hal yang penting diperhatikan adalah keteraturan dalam pemberian imunisasi. Jadwal disesuaikan dengan kelompok umur yang paling banyak terjangkit penyakit tersebut. Hasil beberapa penelitian melaporkan bahwa kadar kekebalan (antibodi) yang terbentuk pada bayi lebih baik daripada anak yang lebih besar, maka sebagian besar vaksin diberikan pada umur enam bulan pertama kehidupan. Beberapa jenis vaksin memerlukan pemberian ulangan setelah umur satu tahun, untuk mempertahankan kadar antibodi dalam jangka waktu lama,” ditekankan Prof Sri Rezeki.

Sementara itu, Prof Dr dr IGN Gede Ranuh, Sp.A(K) mengatakan, “Masyarakat seringkali sangat khawatir akan efek samping imunisasi seperti pegal-pegal dan demam daripada penyakitnya sendiri dan komplikasinya yang dapat menyebabkan kecacatan dan kematian. Misalnya anak yang terkena campak akan mengalami demam tinggi yang berpotensi menimbulkan kejang untuk anak yang mempunyai riwayat kejang demam dan dapat mengalami radang paru atau radang otak sebagai komplikasi campak. Sedangkan beratnya demam akibat imunisasi campak tidak seberapa apabila dibandingkan penyakitnya.”

“Reaksi samping imunisasi dapat disebabkan faktor penyimpanan yang kurang memperhatikan sistem ‘rantai dingin’ (cold chain), cara menyuntiknya karena ada vaksin yang harus disuntikkan ke dalam otot tapi ada juga yang ke lemak. Reaksi samping setelah imunisasi dapat ditemukan reaksi umum (sistemik) seperti demam ringan setelah imunisasi DPT. Demam itu sendiri adalah suatu reaksi tubuh ketika membentuk kekebalan. Untuk mengurangi demam dan rasa tidak nyaman bisa diberikan obat penurun panas,” 3

Tabel 2.2 Jadwal Imunisasi Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2010.4

Jadwal-Imunisasi-2010.bmp
 









Keterangan :
Keterangan-1.bmp
Keterangan-2.bmp

2.3       Ada 5 (lima) kelompok faktor etologi yang dapat menyebabkan KIPI menurut klasifikasi lapangan WHO Western Pacific (1999), yaitu:
  • Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmic errors) Sebagian kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata laksana pemberian vaksin.5
Kesalahan pada berbagai tingkatan prosedur imunisasi:
(1) Dosis antigen (terlalu banyak) Lokasi dan cara menyuntik (2) Sterilisasi semprit dan jarum suntik (3) Jarum bekas pakai (4) Tindakan aseptik dan antiseptic (5) Kontaminasi vaksin dan perlatan suntik (6) Penyimpanan vaksin (7) Pemakaian sisa vaksin (8) Jenis dan jumlah pelarut vaksin (9) Tidak memperhatikan petunjuk produsen (10) Kecurigaan terhadap kesalahan tata laksana perlu diperhatikan apabila terdapat kecenderungan kasus KIPI berulang pada petugas yang sama. (11) Reaksi suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan, sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope.
Beberapa contoh KIPI setelah imunisasi DPT adalah anak menangis terus tak bisa dibujuk sekitar 3 jam pasca-imunisasi, reaksi syok (anafilaksis), dan kesadaran menurun. KIPI setelah pemberian imunisasi Campak berupa sakit atau radang sendi yang mendadak atau kronis. Kejadian-kejadian tersebut memang terbukti kuat sebagai akibat imunisasi. Demikian pula reaksi-reaksi yang ditimbulkan oleh vaksin lainnya. Cuma kejadiannya sangat jarang kalau sebagai akibat dari vaksinnya.
Adanya kerusakan syaraf, perdarahan, infeksi pada jaringan otak setelah mendapat imunisasi DPT, kejadian-kejadian tersebut terbukti tidak ada hubungan dengan pemberian imunisasi. Demikian pula gangguan saraf setelah imunisasi Campak, tidak ada hubungan dengan imunisasinya. Telah pula dibahas oleh pejabat yang terkait dalam pelaksanaan PIN, bahwa sampai saat ini vaksin polio yang sudah dipakai sampai miliaran dosis, terbukti tidak menimbulkan efek samping.
  • Induksi vaksin (reaksi vaksin) Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaksis sistemik dengan resiko kematian. Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian khusus, atauberbagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi obat atau vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.
  • Faktor kebetulan (koinsiden) Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadi secara kebetulan saja setelah diimunisasi. Indicator faktor kebetulan ini ditandai dengan ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok populasi setempat dengan karakterisitik serupa tetapi tidak mendapatkan imunisasi.
  • Penyebab tidak diketahui Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan kedalam salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan kedalam kelompok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya denagn kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI.4
BAB III
PENUTUP

Imunisasi merupakan hal yang terpenting dalam usaha melindungi kesehatan anak anda. Imunisasi bekerja dengan cara merangsang timbulmya kekebalan tubuh yang akan melindungi anak anda dari penyakit-penyakit sebagai berikut: polio, campak, gondongan, campak Jerman, influenza, tetanus, difteri dan pertusis (batuk rejan).
Tanpa pemberian vaksin, jumlah kematian anak-anak yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut meningkat dan banyak orang yang mengalami komplikasi kronik setelah menderita penyakit tersebut.

3.1 kesimpulan
Imunisasi bertujuan untuk merangsang system imunologi tubuh untuk membentuk antibody spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit. (Musa, 1985). Walaupun cakupan imunisasi tidak sama dengan 100% tetapi sudah mencapai 70% maka anal-anak yang tidak mendapatkan imunisasi pun akan terlindungi oleh adanya suatu “herd immunity”.
Berdasarkan hasil penelitian Ibrahim (1991), menyatakan bahwa bila imunisasi dasar dilaksanakan dengan lengkap dan teratur, maka imunisasi dapat menguragi angka kesakitan dan kematian balita sekitar 80-95%. Pengertian teratur dalam hal ini adalah teratur dalam mentaati jadwal dan jumlah frekuensi imunisasi, sedangkan yang dimaksud imunisasi dasar lengkap adalah telah mendapat semua jenis imunisasi dasar (BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali dan Campak 1 kali) pada waktu anak berusia kurang dari 11 bulan. Imunisasi dasar yang tidak lengkap, maksimal hanya dapat memberikan perlindungan 25-40%. Sedangkan anak yang sama sekali tidak diimunisasi tentu tingkat kekebalannya lebih rendah lagi.
Pemberian tetanus toksoid pada ibu hamil dapat mencegah terjadinya tetanus neonatorum pada bayi baru lahir yang ditolong dengan tidak steril dan pemotongan tali pusat memakai alat tidak steril. Imunisasi terhadap difteri dan pertusis dimulai sejak umur 2-3 bulan dengan selang 4-8 minggu sebanyak 3 kali akan memberikan perlindungan mendekati 100% sampai anak berusia 1 tahun. Imunisasi campak diberikan 1 kali akan memberikan perlindungan seumur hidup. Imunisasi poliomyelitis dapat memberikan perlindungan seumur hidup apabila telah diberikan 4 kali. (Ibrahim, 1991).
Vaksin sebagai suatu produk biologis dapat memberikan efek samping yang tidak diperkirakan sebelumnya dan tidak selalu sama reaksinya antara penerima yang satu dengan penerima lainnya. Efek samping imunisasi yang dikenal sebagai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau Adverse Events Following Immunization (AEFI) adalah suatu kejadian sakit yang terjadi setelah menerima imunisasi yang diduga berhubungan dengan imunisasi. Penyebab kejadian ikutan pasca imunisasi terbagi atas empat macam, yaitu kesalahan program/tehnik pelaksanaan imunisasi, induksi vaksin, faktor kebetulan dan penyebab tidak diketahui. Gejala klinis KIPI dapat dibagi menjadi dua yaitu gejala lokal dan sistemik. Gejala lokal seperti nyeri, kemerahan, nodelle/ pembengkakan dan indurasi pada lokasi suntikan. Gejala sistemik antara lain panas, gejala gangguan pencernaan, lemas, rewel dan menangis yang berkepanjangan.

3.2 Saran
1.      Tingkat pendidikan ibu tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
2.      Jarak rumah ke Puskesamas tidak mempunyai pengaruh terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
3.      Pengetahuan ibu mempunyai pengaruh positip terhadap kelengkapan imunisasi dasar, yang berarti bahwa semakin baik pengetahuan ibu tentang manfaat imunisasi akan berpengaruh meningkatkan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
4.      Motivasi ibu mempunyai pengaruh positip terhadap kelengkapan imunisasi dasar. Yang berarti bahwa semakin baik motivasi ibu akan  berpengaruh meningkatkan kelengkapanimunisasi dasar pada bayi.
5.      Tenaga Kesehatan  Berupaya untuk meningkatan pengetahuan ibu tentang manfaat imunisasi dasar bagi bayi sehingga ibu yang mempunyai bayi berusaha meningkatkan kelengkapan imunisasi bayi melalui penyuluhanpenyuluhan di masyarakat.
6.      Berupaya untuk meningkatan motivasi ibu dengan memberikan informasi tentang imunisasi dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan bayi dan meningkatkan kelengkapan imunisasi bayi.
7.      Ibu yang mempunyai bayi Agar lebih meningkatkan pengetahuan tentang manfaat imunisasi bagi anaknya. Agar mempunyai motivasi yang besar dalam meningkatkan kesehatan bayi dan keluarganya
8.     Peneliti selanjutnya Diharapkan dapat menambah jumlah responden, lebih mespesifikkan jenis
      imunisasi, meneliti dengan variabel bebas yang baru, dsb.
9.      Diharapkan peneliti selanjutnya agar meneliti dengan menggunakan metode eksperimen dalam
      bentuk penyuluhan kesehatan.
10.  Dapat menjadi informasi dan data sekunder dalam pengembangan penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
1.              A. Aziz Alimul Hidayat. Ilmu Kesehatan Anak untuk pendidikan kebidanan. Salemba Medika, Jakarta 2008. Hal 54
2.               Yunisa Priyono. Merawat Bayi Tanpa Baby Sitter. MedPress,Yogyakarta 2010. Hal 146-52
3.               http://www.imunisasi.net/
          kipi/